Selesaidari "Zaadul Maad" (5/593). Keempat: adapun yang difatwakan kebanyakan ulama kontemporer, bahwa menyusui orang dewasa tidak memahramkan, ini yang difatwakan Sheikh Bin Baaz rahimahullah, dan Lajnah Daimah, dan menganggap bahwa hadits Salim khusus untuknya.Lihat: Majmu' Fatawa Sheikh Bin Baaz" (22/264), Fatawa Lajnah (21/41,102).
Oleh Tim kajian dakwah alhikmah – Belum lama ini, Dr. Izzat Athiyah yang menjabat sebagai Ketua Jurusan Hadits, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir berfatwa membolehkan seorang pegawai perempuan yang berkerja berduaan dengan seorang laki-laki dalam satu ruangan yang tertutup dan pintunya tidak bisa dibuka kecuali melalui salah satu dari keduanya, untuk “menyusui” teman laki-laki tersebut, dengan tujuan agar nantinya dibolehkan kholwat berduaan, dan perempuan tersebut boleh membuka jilbab dan menampakkan rambutnya di depan laki-laki yang disusuinya tersebut. Dan ketika sudah menyusui temannya tersebut, diharapkan mereka berdua segera meminta surat resmi dari pihak yang berwenang agar tidak menimbulkan fitnah di kemudian hari. Fatwa tersebut mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat Islam Mesir, maka pihak Universitas memecat yang bersangkutan dari jabatannya. Bagaimana sebenarnya konsep “menyusui” dalam Islam, dan apa hukum seorang perempuan “menyusui” laki-laki dewasa yang bukan muhrimnya, dan konsekuensinya apa dari “susuan” tersebut? Insya Allah dibahas dalam makalah di bawah ini. Para ulama sepakat bahwa anak kecil yang berumur dua tahun ke bawah, jika menyusu kepada seorang perempuan, maka susuan tersebut menjadikannya sebagai anak susuan dari perempuan tersebut. Karena air susu pada umur tersebut akan menjadikan daging dan tulang pada anak itu. Adapun perempuan yang menyusui laki-laki dewasa yang bukan muhrimnya apakah keduanya akan menjadi mahram dengan susuan tersebut? para ulama dalam masalah ini berbeda pendapat Pendapat Pertama bahwa menyusui waktu besar tidak bisa menjadikan mahram. Ini adalah pendapat istri-istri Rasullah saw, dan mayoritas ulama dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan pendapat dari madzhab Malikiyah, Syafi’yah serta Hanabilah. Az Zaila’i, Tabyinu Al Haqaiq 2/182 , Al Kasynawi, Ashalu al Madarik 2/ 213, As Syafi’I, Al Umm 5/ 48 , Al Bahuti, Ar Raudh Al Murabbi, hlm 515 Mereka berdalil dengan firman Allah swt “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” QS al Baqarah 223 Ayat di atas menunjukkan bahwa batasan maksimal menyusui adalah dua tahun, sehingga susuan yang terjadi setelah dua tahun tidak bisa menyebabkan terjadinya mahram. Begitu hadits Aisyah ra, bahwasanya ia berkata “Nabi saw menemuiku dan saat itu disampingku ada seorang pemuda. Beliau bertanya “Wahai Aisyah, siapakah orang ini?” Aku menjawab “Ia saudara sesusuanku”. Beliau bersabda “Wahai Aisyah teliti lagi, siapa sebenarnya yang menjadi saudara-saudara kalian yang sebenarnya, karena sesusuan itu terjadi karena kelaparan.” HR Bukhari no 2453 Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan yang menyebabkan seseorang menjadi mahram adalah susuan karena lapar maja’ah yaitu pada waktu kecil. Ibnu al Atsir 544 H- 606 H, an Nihayah fi Gharib al Hadist wa al Atsar, Mekkah, Dar Al Baaz, 1/316 . Oleh karenanya Rasulullah saw tidak senang melihat Aisyah bersama laki-laki yang barangkali bukan satu susuan waktu kecil. Ibnu Qayyim, Zaad al Ma’ad 5/516. Dikuatkan juga dengan hadist Ummu Salamah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda “Persusuan tidak bisa menjadikan mahram, kecuali susuan yang mengenyangkan dan terjadi sebelum disapih.” HR Tirmidzi, dan beliau berkata ; Ini merupakan hadits hasan sahih dan diamalkan para ulama dari kalangan sahabat Nabi saw dan yang lainnya; bahwa persusuan tidak menjadikan mahram kecuali pada bayi di bawah dua tahun Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan tidaklah menjadikan seseorang menjadi muhrim bagi yang menyusuinya kecuali jika susu tersebut bisa membuka usus anak yang masih kecil, sehingga bisa menumbuhkan daging dan membesarkan tulang. Dan ini terjadi ketika anak masih kecil, yaitu ketika belum disapih. Lafadh “ats Tsadyi “ puting payu dara tidak dimaksudkan bahwa menyusui tersebut harus dengan cara manual sebagaimana lazimnya seorang bayi menyusu dengan menghisap puting payudara ibunya, tetapi maksudnya adalah umur ketika anak sedang menyusui. Sebagaimana orang Arab sering mengatakan fulan meninggal di puting payudara, artinya meninggal waktu kecil, pada umur situ, bisa dikatakan bahwa jika seorang bayi minum susu seorang perempuan dari botol, maka bayi tersebut telah menjadi anak susuannya secara sah. Ibnu al- Arabi, Aridhatu al Ahwadzi 5/ 97, Al Mubarkufuri, Tuhfatu al Ahwadzi, Beirut, Daar al Kutub al Ilmiyah, 1990, cet ke – 1, Juz 4/ 263 Pendapat Kedua bahwa menyusui waktu besar menyebabkan terjadinya mahram. Ini adalah pendapat Aisyah ra, dan madzhab Ad Dhohiriyah Ibnu Hazm, al Muhalla 10/ 17-20 Mereka berdalil dengan hadist Aisyah ra bahwasanya ia berkata “Sahlah binti Suhail datang menemui Nabi saw, dia berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya melihat di wajah Abu Hudzaifah ada sesuatu karena keluar masuknya Salim ke rumah, padahal dia adalah pelayannya.” Maka Nabi saw bersabda “Susuilah dia.” Dia Sahlah berkata; “Bagaimana mungkin saya menyusuinya, padahal dia telah dewasa?” Maka Rasulullah saw tersenyum sambil bersabda “Sungguh saya telah mengetahuinya kalau dia telah dewasa.” HR Muslim , no 2636 Di dalam riwayat lain disebutkan “Susuilah dia, maka dia akan menjadi mahrammu.” HR Muslim, no 2638 Hadist di atas menunjukkan secara jelas bahwa susuan walaupun waktu dewasa bisa menjadikan seseorang mahram dengan yang menyusuinya. Pendapat Ketiga menyatakan bahwa yang menyebabkan mahram adalah menyusui di waktu kecil, adapun menyusui di waktu besar hanya menyebabkan dibolehkannya berkholwat. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayim, Shon’ani, dan Syaukani. Ibnu Taimiyah, Majmu’ al Fatawa 34/ 60, As Syaukani, Nail al Authar, Riyadh, Dar al Nafais, Juz 6/ 353, As Shon’ani, Subulu as Salam,Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, 1988, Cet ke -1, Juz 3/ 407. Mereka berdalil bahwa Abu Hudzifah dan Sahlah binti Suhail sudah menganggap Salim adalah anaknya sendiri, ketika Allah mengharamkan adopsi anak, maka Salim secara otomatis berubah menjadi orang asing dan tidak boleh masuk lagi ke rumah Abu Hudzifah dan Sahlah. Keduanya merasa keberatan dan melapor kepada Rasulullah saw, maka beliau menyuruhnya untuk menyusui Salim supaya bisa masuk ke dalam rumah mereka kembali sebagaimana anaknya sendiri. Dan ini berlaku bagi Salim dan orang-orang sepertinya. Kesimpulan Yang benar dari tiga pendapat di atas adalah pendapat pertama yang menyatakan bahwa menyusui di waktu besar tidak akan mengubah status seseorang yang bukan muhrim menjadi muhrim dari orang yang menyusuinya, sebagaimana yang dipegang oleh mayoritas ulama. Adapun dalil-dalil yang menguatkan pendapat ini, selain yang telah disebutkan di atas adalah sebagai berikut Pertama Bahwa hadits Aisyah ra yang menyebutkan perintah Rasulullah saw kepada Sahlah binti Suhail untuk menyusui Salim yang sudah dewasa tersebut hanya khusus untuk Salim saja, dan tidak boleh diterapkan kepada yang lain. Dalilnya bahwa semua istri Rasulullah saw menolak pendapat Aisyah ra, sebagaimana yang dikatakan oleh Ummu Salamah ra “Para istri Nabi saw enggan memberi kebebasan masuk rumah mereka bagi anak-anak yang telah dijadikan mahram karena susuan. Dan kami berkata kepada Aisyah; “ Demi Allah kami tidak melihat hal ini, kecuali hanya sekedar keringanan yang diberikan oleh Rasulullah saw khusus untuk Salim, oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang mahram kerena susuan yang boleh masuk ke rumah kami dan melihat kami.” HR Muslim, no 2641 Selain pernyataan Ummu Salamh di atas, kekhususan hadist Salim ini bisa diambil dari firman Allah swt dalam QS al Baqarah 223 , dan kedua hadist Aisyah dan Ummu Salamah tentang batasan anak yang menyusu ibunya, sebagaimana telah disebutkan oleh mayoritas ulama. Kedua Pendapat yang mengatakan bahwa hadist Salim bersifat umum, sehingga membolehkan bagi siapa saja untuk melakukan seperti apa yang dilakukan Salim, akan menimbulkan kerusakan dan fitnah, khususnya pada zaman sekarang, karena bisa saja dengan dalih hadist ini setiap perempuan yang senang kepada seorang laki-laki, dia akan menyusuinya, lalu kedua berkholwat di dalam rumah dan di tempat lain, tentunya hal seperti itu, tidak kita inginkan terjadi di masyarakat kita . Wallahu A’lam. hdyt download

Bukuini sebagai hiburan dalam mengingat Allah Ta'ala, berdoa sebagai harapan untuk memohon kesembuhan dari-Nya, dan hukum-hukum untuk tunduk patuh, taat, dan tawakal atas ketentuan-Nya. Buku ini memaparkan beberapa renungan yang dibumbuhi dengan cahaya wahyu, dan dengan keharuman risalah.

- Menjadi seorang ibu merupakan keinginan seluruh wanita. Dari proses mengandung, melahirkan hingga menyusui pasti menjadi momen tak terlupakan untuk seorang wanita, terutama yang baru saja menjadi seorang ibu. Hamil, melahirkan, menyusui, termasuk salah satu kodrat dan anugerah bagi setiap wanita. Setelah bayi lahir, ibu akan memasuki fase atau masa menyusui. Masa ini adalah masa terpenting bagi pertumbuhan bayi. Namun sayangnya, dewasa kini banyak wanita yang enggan menyusui anaknya dengan alasan tak ingin bentuk dadanya tak indah lagi seperti saat masih lajang. Hal ini sungguh sangat disayangkan karena menyusui adalah anugerah yang diberikan Allah, di mana tidak semua wanita bisa mengalaminya karena masalah kesehatan. Dilansir dari berbagai sumber pada Kamis 30/7, terdapat dalam hadits dari Abu Umamah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah bersabda "Kemudian Malaikat itu mengajakku melanjutkan perjalanan, tiba-tiba aku melihat beberapa wanita yang payudaranya dicabik-cabik ular yang ganas. Aku bertanya 'Kenapa mereka?' Malaikat itu menjawab Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya tanpa alasan syar'i'." Dari hadits tersebut, dijelaskan bahwa seorang wanita yang tidak mau menyusui anaknya tanpa alasan yang dibenarkan, akan mendapat siksa di akhirat dengan kondisi payudaranya dicabik-cabik ular ganas. Hukum menyusui dalam Islam. foto freepik Dalam Alquran disebutkan bahwa masa menyusui dalam ajaran Islam adalah selama dua tahun. Melalui surat Al Baqarah ayat 233, Allah berfirman Wal-waalidaatu yurdi'na aulaadahunna haulaini kaamilaini liman araada ay yutimmar-radaa'ah, wa 'alal-mauludi lahu rizquhunna wa kiswatuhunna bil-ma'ruf, laa tukallafu nafsun illaa wus'ahaa, laa tudaarra waalidatum biwaladihaa wa laa mauludul lahu biwaladihii wa 'alal-waarisi mislu zaalik, fa in araadaa fisaalan 'an taraadim min-humaa wa tasyaawurin fa laa junaaha 'alaihimaa, wa in arattum an tastardi'uu aulaadakum fa laa junaaha 'alaikum izaa sallamtum maa aataitum bil-ma'ruf, wattaqullaaha wa'lamuu annallaaha bimaa ta'maluna basiir Artinya "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih sebelum dua tahun dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." Dalam Islam, menyusui adalah wajib bagi seorang yang mampu dalam artian memiliki kesehatan yang cukup untuk memberikan ASI kepada bayinya. Sebaliknya, jika seorang wanita tidak mau menyusui anaknya, sementara ia dalam kondisi sehat dan tidak memiliki alasan yang masuk akal, maka ia akan mendapat ancaman dari Allah. Seorang wanita yang tidak dapat memberikan ASI kepada anaknya, diperbolehkan untuk disusukan kepada orang lain. Dalam syariat, hal ini disebut dengan istilah ibu susu. Anak yang disusuinya akan menjadi saudara sepersusuan dengan anak kandung dari ibu yang menyusui tersebut. Saudara sepersusuan ini memiliki hubungan mahram, sebagaimana layaknya hubungan nasab. Keutamaan menyusui dalam Islam. 1. Mendapat pahala dalam setiap tetes air susu. Dalam suatu hadits dijelaskan sebagai berikut Tak ada seorang pun perempuan yang hamil dari suaminya, kecuali ia berada dalam naungan Allah azza wa jalla, sampai ia merasakan sakit karena melahirkan, dan setiap rasa sakit yang ia rasakan pahalanya seperti memerdekakan seorang budak yang mukmin. Jika ia telah melahirkan anaknya dan menyusuinya, maka tak ada setetes pun air susu yang diisap oleh anaknya kecuali ia akan menjadi cahaya yang memancar di hadapannya kelak di hari kiamat, yang menakjubkan setiap orang yang melihatnya dari umat terdahulu hingga yang belakangan. Selain itu ia dicatat sebagai seorang yang berpuasa, dan sekiranya puasa itu tanpa berbuka niscaya pahalanya dicatat seperti pahala puasa dan qiyamul layl sepanjang masa. Ketika ia menyapih anaknya Allah Yang Maha Agung sebutan-Nya berfirman Wahai perempuan, Aku telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu, maka perbaruilah amalmu'. Mustadrak Al-Wasail 2 bab 47, hlm 623 2. Dijauhkan dari siksa neraka. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda "Kemudian Malaikat itu mengajakku melanjutkan perjalanan, tiba-tiba aku melihat beberapa wanita yang payudaranya dicabik-cabik ular yang ganas. Aku bertanya 'Kenapa mereka?' Malaikat itu menjawab 'Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya tanpa alasan syar'i'." HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya 7491 Sama seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, wanita yang tidak mau menyusui karena alasan yang tidak masuk akal akan mendapatkan siksa neraka. Dan wanita yang menyusui tentu akan dijauhkan dari siksa neraka. 3. Warisan kebaikan untuk anaknya. Dalam Alquran surat An Nisa ayat 11, Allah berfirman Yusiikumullaahu fii aulaadikum liz-zakari mislu hazzil-unsayaiin, fa ing kunna nisaa'an fauqasnataini fa lahunna sulusaa maa tarak, wa ing kaanat waahidatan fa lahan-nisf, wa li'abawaihi likulli waahidim min-humas-sudusu mimmaa taraka ing kaana lahu walad, fa il lam yakul lahu waladuw wa warisahuu abawaahu fa li'ummihis-sulus, fa ing kaana lahuu ikhwatun fa li'ummihis-sudusu mim ba'di wasiyyatiy yusii bihaa au daiin, aabaa'ukum wa abnaa'ukum, laa tadruna ayyuhum aqrabu lakum naf'aa, fariidatam minallaah, innallaaha kaana 'aliiman hakiimaa Artinya "Allah mensyari'atkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya saja, maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." 4. Memberi watak baik pada anak. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata "Sebagaimana untuk menikah engkau berusaha memilih wanita-wanita baik, maka untuk menyusui anakmu pun engkau harus menemukan wanita-wanita yang baik, karena air susu dapat merubah watak." 5. Susu paling bermanfaat untuk anak. Tak ada satu pun susu yang mengalahkan manfaat dari kandungan gizi susu ibu, hal ini dijelaskan dalam suatu hadits yang berbunyi Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Tidak ada satu pun susu yang lebih bermanfaat dan lebih sesuai bagi anak dari air susu ibu." 6. Pahala seperti memerdekakan budak. Rasulullah bersabda "Ketika seorang wanita menyusui anaknya, Allah membalas setiap isapan air susu yang diisap anak dengan pahala memerdekakan seorang budak dari keturunan Nabi Ismail, dan manakala wanita itu selesai menyusui anaknya malaikat pun meletakkan tangannya ke atas sisi wanita itu seraya berkata, Mulailah hidup dari baru, karena Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu'." 7. Termasuk ciri wanita yang bertanggung jawab. Seorang wanita yang menyusui anak-anaknya, maka ia termasuk dalam ciri wanita yang bertanggung jawab. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda "Kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban terhadap bawahan yang kalian pimpin." HR. Bukhari dan Muslim 8. Termasuk wanita dan istri yang sempurna. Syaikhul Islam Ibnu taimiyah menegaskan "Bahkan jika si ibu masih menjadi istri dari suaminya, si ibu wajib menyusui anaknya dan apa yang disampaikan oleh Syaikhul Islam adalah pendapat yang benar. Kecuali jika si ibu dan si bapak merelakan untuk disusukan orang lain, hukumnya boleh. Namun jika suami menyuruh 'Tidak boleh ada yang menyusuinya kecuali kamu’ maka wajib bagi istri untuk menyusuinya'." "Meskipun ada orang lain yang mau menyusuinya atau meskipun si bayi mau mengonsumsi susu formula. Selama suami menyuruh, Kamu harus menyusui anak ini maka hukumnya wajib bagi istri. Karena suami berkewajiban menanggung nafkah, dan status nafkah seperti yang telah kami jelaskan, merupakan timbal balik dari ikatan suami istri dan persusuan." asy-Syarhul Mumthi’, 13/517 brl/tin Recommended By Editor Tata cara mandi wajib setelah nifas sesuai syariat Islam Macam-macam sedekah dan keutamaan melaksanakannya Tata cara adzan dan iqomah sesuai ajaran Rasulullah Keutamaan ibadah haji bagi umat Islam Amalan utama bulan Dzulhijjah bagi umat Islam
HUKUMMENYUSUKAN DIRI SENDIRI Oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya : "Apa hukum wanita yang menyusukan diri sendiri kemudian memuntahkannya ?" Jawaban. Penyusuan yang menyebabkan timbulnya hubungan kemahraman secara syara' adalah lima kali susuan atau lebih ketika umurnya tidak lebih dari dua tahun. Adapun penyusuan orang dewasa (baik dirinya ataupun
Ketiga redaksi hadits di atas; mulai dari redaksi hadits yang berisi perintah untuk menyusui Salim, menjadikannya mahram dengan disusui, sampai redaksi perintah menyusuinya lima kali, menunjukan bahwa menyusui anak angkat yang sudah dewasa dan menjadikannya mahram mendapatkan locus dan apakah hadits-hadits di atas mutlak diberlakukan untuk siapa saja; selama disusui walaupun sudah dewasa maka statusnya akan menjadi mahram? Lalu bagaimana dengan suami yang menelan air susu intrinya? Apakah lantas kemudian status pernikahanya menjadi fasakh?Pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi sangat kontroversi setelah didapati ayat dan hadits yang menunjukan bahwa yang menyebabkan kemahraman seseorang adalah ketika disusui pada usia dua tahun ke bahwa. وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ 233Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih sebelum dua tahun dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. QS. Al-Baqarah [2] 233وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ 14Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. QS. Luqman [31] 14عَنْ اُمِّ سَلَمَةَ رض قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص لاَ يُحَرِّمُ مِنَ الرَّضَاعِ اِلاَّ مَا فَتَقَ اْلاَمْعَاءَ فِى الثَّدْيِ، وَ كَانَ قَبْلَ اْلفِطَامِ. الترمذى و صححهDari Ummu Salamah radhiya-Llahu anhu, ia berkata “Rasulullah saw bersabda, “Tidak dapat menjadikan mahram melainkan susuan yang memberi bekas pada perut dengan susuan itu, dan hal itu terjadi pada waktu anak tersebut belum disapih”. HR. Tirmidzi dan ia mengesahkannya.عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِيْنَارٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص لاَ رَضَاعَ اِلاَّ مَا كَانَ فِى اْلحَوْلَيْنِ. الدارقطنى Dari Ibnu Uyainah dari Amr bin Dinar dari Ibnu Abbas, ia berkata “Nabi saw bersabda, “Tidak ada susuan melainkan yang berlangsung dalam usia dua tahun”. HR. Daruquthni.عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص لاَ رَضَاعَ اِلاَّ مَا اَنْشَزَ اْلعَظْمَ وَ اَنْبَتَ اللَّحْمَ. ابو دتودDari Ibnu Mas’ud, ia berkata “Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada penyusuan melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. [HR. Abu Dawud]عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ لاَ رَضَاعَ بَعْدَ فِصَالٍ وَ لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ. ابو داود و الطياليسى فى مسندهDari Jabir dari Nabi saw, ia berkata, “Tidak ada susuan sesudah disapih dan tidak ada yatim sesudah baligh”. [HR. Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam musnadnya].عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ ص وَ عِنْدِى رَجُلٌ فَقَالَ مَنْ هذَا؟ قُلْتُ اَخِى مِنَ الرَّضَاعَةِ. قَالَ يَا عَائِشَةُ اُنْظُرْنَ مِنْ اِخْوَانِكُنَّ، فَاِنَّمَا الرَّضَاعَةُ مِنَ اْلمَجَاعَةِ. الجماعة الا الترمذىDari Aisyah ra, ia berkata “Rasulullah saw pernah masuk rumahku, sedang di sisiku ada seorang laki-laki, kemudian beliau bertanya, “Siapa dia ini ?”. Aku menjawab, “Saudaraku sepesusuan”. Beliau bersabda, “Hai Aisyah, perhatikanlah saudara-saudaramu, karena sebenarnya radla’ah susuan yang dianggap itu ialah susuan yang dapat menutup rasa lapar”. [HR. Jamaah kecuali Tirmidzi]Kontroversi antara hadits-hadits yang menerangkan kebolehan menyusui anak angkat yang sudah dewasa dengan hadits-hadits yang menerangkan batasan menyusui hanya bagi bayi di bawah umur dua tahun menjadi sulit terpecahkan. Oleh karena itu, diperlukan analisis hadits dari sudut matannya, hingga kemudian dapat dipahami maksud dari hadits-hadits yang dipandang kontroversi sudut pandang matannya; pertama, perintah Nabi shalla-Llahu alaihi wa sallam yang memerintahkan Sahlah untuk menyusui anak angkatnya yang sudah dewasa Salim berangkat dari adanya rasa cemburu suaminya yang melihat Salim, anak angkatnya yang sudah dewasa, keluar masuk rumah begitu saja. Kedua, Sahlah pun pada dasarnya menolak untuk menyusuinya mengingat Salim yang sudah dewasa. Ketiga, motif Nabi shalla-Llahu alaihi wa sallam memerintahkan Sahlah menyusuinya adalah untuk menjadikannya mahram; anak sepersusuan. Keempat, pemberian susu kepada Salim tidak secara langsung akan tetapi melalui bejana atau wadah. Hal itu berdasarkan beberapa asalan. Pertama, haramnya seseorang yang bukan mahram melihat aurat orang lain. Kedua, haramnya bersentuhan kulit dengan yang bukan mahram. Bagaimana mungkin Nabi saw memahramkan seseorang dengan cara yang syariat sendiri ulama ilmu Nahwu, Ibnu Qutaibah ad-Dinuri pernah mengomentari hadist tersebut. Ia mengatakan “Nabi hendak memahramkan Salim dan Sahlah. Beliau juga ingin mempersatukan mereka dalam satu rumah tanpa ada rasa canggung di antara mereka. D an beliau juga mau menghilangkan rasa cemburu pada diri Abu Hudzaifah sekaligus merasa senang dengan keberadaan Salim dirumahnya. Nabi berkata ”Susuilah ia”, namun Nabi tidak mengatakan “Letakkan payudaramu di mulutnya”. Beliau tidak mengatakan hal itu karena yang beliau inginkan adalah ”Keluarkanlah air susumu pada suatu tempat, lalu berikanlah kepadanya agar ia dapat meminumnya”. Inilah makna yang sebenarnya, tidak ada dan tidak boleh dimaknai dengan interpretasi yang lain. Pasalnya Salim tidak diperbolehkan untuk melihat bagian tubuh Sahlah sebelum ditetapkan baginya hukum penyusuan, maka bagaimana mungkin ia di perbolehkan untuk berbuat sesuatu yang diharamkan baginya meminumnya secara langsung, atau berbuat sesuatu yg tidak dapat dijamin syahwatnya akan terjaga? Ibnu Qutaibah Ta’wil Mukhtalaf al-Hadist terdapat pula hadits-hadits mursal yang menyatakan bahwa penyusuan itu memakai bejana dan tidak secara langsung. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam jalur periwayatan Ibnu Sa’ad menyebutkan dari Muhammad bin Abdillah bin Az-Zuhri dari ayahnya ia berkata “Ketika Sahlah ingin memberikan air susunya kepada Salim Sahlah menuangkan air susunya pada sebuah wadah, lalu Salim meminum air susu tersebut dari tempatnya setiap hari. Setelah lima hari Salim meminum susu tersebut maka ia diperbolehkan untuk bertemu Sahlah meski dalam keadaan tanpa menggunakan tutup kepala jilbab, sebagai keringanan yang diberikan Nabi kepada Sahlah. Kitab Thabaqat Al-Kubra 8/271 dan Kitab Al-Ishabah karya Ibnu Hajar 7/716أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ أَخِي الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ يَحْلُبُ فِي مِسْعَطٍ أَوْ إِنَاءٍ قَدْرَ رَضْعَةٍ فَيَشْرَبُهُ سَالِمٌ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَةَ أَيَّامٍ. وَكَانَ بَعْدُ يَدْخُلُ عَلَيْهَا وَهِيَ حَاسِرٌ رُخْصَةً مِنْ رَسُولِ اللَّهِ لِسَهْلَةَ بنت menceritakan kepada kami Muhammad bin Umar, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah putra saudaranya az-Zuhri dari ayahnya ia berkata, “Ia menuangkan susu ke dalam wadah atau bejana dengan takaran satu penyusuan. Lalu Salim meminumnya setiap hari selama lima hari. Dan setelah itu, Salim pun memasuki rumah Sahlah sedangkan dia tidak memakai jilbab sebagai bentuk rukhsah dari Rasulullah untuk Sahlah binti ini menguatkan bahwa proses penyusuan Sahlah terhadap Salim tidak secara langsung; melainkan melalui bejana atau kelima, terjadinya perbedaan pendapat antara Aisyah dengan istri-istri Nabi lainnya. Dimana Aisyah menjadikan kasus Salim sebagai bentuk legitimasi bolehnya menjadikan lelaki dewasa saudara sesusu. Sedangkan istri-istri Nabi lainnya menjadikan kasus Salim sebagai bentuk kehkhususan saja yang tidak berlaku untuk yang زَيْنَبَ عَنْ اُمِّهَا اُمِّ سَلَمَةَ اَنَّهَا قَالَتْ اَبَى سَائِرُ اَزْوَاجِ النَّبِيِّ ص اَنْ يُدْخِلْنَ عَلَيْهِنَّ اَحَدًا بِتِلْكَ الرَّضَاعَةِ وَ قُلْنَ لِعَائِشَةَ مَا نَرَى هذَا اِلاَّ رُخْصَةً اَرْخَصَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص لِسَالِمٍ خَاصَّةً، فَمَا هُوَ بِدَاخِلٍ عَلَيْنَا اَحَدٌ بِهذِهِ الرَّضَاعَةِ، وَ لاَ رَائِيْنًا. احمد و مسلم و النسائى و ابن ماجهDari Zainab dari Ibunya yaitu Ummu Salamah, bahwa sesungguhnya Ummu Salamah berkata “Seluruh istri-istri Nabi saw menolak keluar-masuk rumah mereka dengan cara susuan seperti itu, dan mereka juga pernah menyanggah Aisyah, “Tidakkah engkau tahu, bahwa itu hanya suatu keringanan yang dikhususkan oleh Rasulullah saw buat Salim saja?”. Maka tidaklah seseorang boleh masuk rumah kami dengan susuan seperti itu dan juga tidak boleh melihat kami”. HR. Ahmad, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah.أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى الصَّدَفِيُّ ، قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ ، قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ ، وَهُوَ ابْنُ يَزِيدَ ، وَمَالِكٌ ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ ، عَنْ عُرْوَةَ ، قَالَ أَبَى سَائِرُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيْهِنَّ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ بِتِلْكَ الرَّضَاعَةِ يُرِيدُ رَضَاعَةِ الْكَبِيرِ ، وَقُلْنَ لِعَائِشَةَ ، وَاللَّهِ مَا نَرَى الَّذِي أَمَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَهْلَةَ بِنْتَ سُهَيْلٍ ، إِلاَّ رُخْصَةً فِي رَضَاعَةِ سَالِمٍ ، وَحْدَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ لاَ يَدْخُلُ عَلَيْنَا أَحَدٌ بِهَذِهِ الرَّضْعَةِ ، وَلاَ mengabarkan kepada kami Yunus bin Abdul A’la ash-Shadafi ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab ia berkata, “Telah mengabarkan kepadaku Yunus Ibnu Yazid dan Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah ia berkata, “Seluruh istri-istri Nabi menolak memasukan seseorang yang sudah dewasa ke rumah mereka dengan cara penyusuan seperti itu, yaitu penyusuan anak yang sudah dewasa”. Kami berkata kepada Aisyah, “Demi Allah kami tidak memandang perintah Rasulullah shalla-Llahu alaihi wa sallam kepada Sahlah melainkan sebagai rukhsah dalam penyusuan Salim aja yang didapat dari Rasulullah shalla-Llahu alaihi wa sallam. Seseorang tidak akan masuk rumah kami dengan semacam penyusuan ini dan seseorang tidak akan dapat melihat kami”. Sunan an-Nasa’i no. 553Dari pembahasan di atas penulis sampai pada kesimpulan bahwa hadits penyusuan terhadap orang dewasa dan bayi bukanlah nasikh-mansukh; penyusuan terhadap orang dewasa hukumnya tidak sah dan tidak membuatnya menjadi mahram; kasus Salim yang menjadi saudara sesusu merupakan bentuk kekhususan takhshis bagi salim; hukum takhsis seperti kasus Salim bisa berlaku bagi siapapun yang mengadopsi anak sejak bayi namun saat itu sang ibu tidak memiliki ASI untuk diberikan kepada bayinya dan ASI itu baru muncuk ketika anak itu dewasa, maka sah memberikan ASI kepada anak adopsi yang sudah dewasa jika memang sulit dipisahkan dari rumah ibu angkatnya. WaLlahu A’lam Perawatbiasanya bertugas untuk merawat orang sakit. Beda dengan profesi perawat pada umumnya, perawat basah tugas utamanya adalah untuk menyusui atau mungkin kita kerap mengenali profesi ini dengan istilah 'Ibu Susu'. Dan yang bikin geleng kepala adalah jasa ini ditawarkan gak hanya untuk anak - anak, tetapi juga untuk orang dewasa. 2. Beberapa saat yang lalu, DR. Izzat Athiyah yang menjabat sebagai Ketua Jurusan Hadits, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir berfatwa membolehkan seorang pegawai perempuan yang berkerja berduaan dengan seorang laki-laki dalam satu ruangan yang tertutup dan pintunya tidak bisa dibuka kecuali melalui salah satu dari keduanya, untuk menyusui teman laki-laki tersebut, dengan tujuan agar nantinya dibolehkan khalwat berduaan, dan perempuan tersebut boleh membuka jilbab dan menampakkan rambutnya di depan laki-laki yang disusuinya tersebut. Dan ketika sudah menyusui temannya tersebut, diharapkan mereka berdua segera meminta surat resmi dari pihak yang berwenang agar tidak menimbulkan fitnah dikemudian hari. Fatwa tersebut mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat Islam Mesir, maka pihak Universitas memecat yang bersangkutan dari jabatannya. Bagaimana sebenarnya konsep menyusui ar Radha’ah dalam Islam, dan apa hukum seorang perempuan menyusui laki-laki dewasa yang bukan muhrimnya, dan konsekwensi apa yang diakibatkan dari susuan tersebut. Insya Allah dibahas dalam makalah di bawah ini. Para ulama sepakat bahwa anak kecil yang berumur dua tahun ke bawah, jika menyusu kepada seorang perempuan, maka susuan tersebut menjadikannya sebagai anak susuan dari perempuan tersebut. Adapun perempuan yang menyusui laki-laki dewasa yang bukan muhrimnya apakah keduanya akan menjadi mahram dengan susuan tersebut ? para ulama dalam masalah ini berbeda pendapat Pendapat Pertama Menyusui saat sudah dewasa tidak menjadikan mahram. Ini adalah pendapat istri-istri Rasullah SAW, dan mayoritas ulama dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan pendapat dari madzhab Malikiyah, Syafi’yah serta Hanabilah. Az Zaila’i, Tabyinu Al Haqaiq 2/182 , Al Kasynawi, Ashalu al Madarik 2/ 213, As Syafi’I, Al Umm 5/ 48 , Al Bahuti, Ar Raudh Al Murabbi, hlm 515 Mereka berdalil dengan firman Allah swt “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” Qs al Baqarah 223 Ayat di atas menunjukkan bahwa batasan maksimal menyusui adalah dua tahun, sehingga susuan yang terjadi setelah dua tahun tidak bisa menyebabkan terjadinya mahram. Begitu hadits Aisyah ra, bahwasanya ia berkata “Nabi SAW menemuiku dan saat itu disampingku ada seorang pemuda. Beliau bertanya “Wahai Aisyah, siapakah orang ini?” Aku menjawab “Ia saudara sesusuanku”. Beliau bersabda “Wahai Aisyah teliti lagi, siapa sebenarnya yang menjadi saudara-saudara kalian yang sebenarnya, karena sesusuan itu terjadi karena kelaparan.” HR Bukhari no 2453 Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan yang menyebabkan seseorang menjadi mahram adalah susuan dikarenakan lapar maja’ah yaitu pada waktu kecil. Ibnu al Atsir 544 H- 606 H , an Nihayah fi Gharib al Hadist wa al Atsar, Mekkah, Dar Al Baaz, 1/316 . Oleh karenanya Rasulullah SAW tidak senang melihat Aisyah bersama laki-laki yang barangkali bukan satu susuan waktu kecil. Ibnu Qayyim, Zaad al Ma’ad 5/516 Dikuatkan juga dengan hadist Ummu Salamah RDH, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda لاَ يُحَرِّمُ مِنْ الرِّضَاعَةِ إِلَّا مَا فَتَقَ الْأَمْعَاءَ فِي الثَّدْيِ وَكَانَ قَبْلَ الْفِطَامِ “Persusuan tidak bisa menjadikan mahram, kecuali susuan yang mengenyangkan dan terjadi sebelum disapih.” HR Tirmidzi, dan beliau berkata ; Ini merupakan hadits hasan sahih dan diamalkan para ulama dari kalangan sahabat Nabi saw dan yang lainnya; bahwa persusuan tidak menjadikan mahram kecuali pada bayi di bawah dua tahun Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan tidaklah menjadikan seseorang menjadi muhrim bagi yang menyusuinya kecuali jika susu tersebut bisa membuka usus anak yang masih kecil, sehingga bisa menumbuhkan daging dan membesarkan tulang. Dan ini terjadi ketika anak masih kecil, yaitu ketika belum disapih. Lafadh “ats Tsadyi” puting payu dara tidak dimaksudkan bahwa menyusui tersebut harus dengan cara manual sebagaimana lazimnya seorang bayi menyusu dengan menghisap puting payudara ibunya, tetapi maksudnya adalah umur ketika anak sedang menyusui. Sebagaimana orang Arab sering mengatakan fulan meninggal di puting payudara, artinya meninggal waktu kecil, pada umur menyusu. Dari situ, bisa dikatakan bahwa jika seorang bayi minum susu seorang perempuan dari botol, maka bayi tersebut telah menjadi anak susuannya secara sah. Ibnu al- Arabi, Aridhatu al Ahwadzi 5/ 97, Al Mubarkufuri, Tuhfatu al Ahwadzi, Beirut, Daar al Kutub al Ilmiyah, 1990, cet ke – 1, Juz 4/ 263 Pendapat Kedua bahwa menyusui waktu besar menyebabkan terjadinya mahram. Ini adalah madzhab Ad Zhahiriyah Ibnu Hazm, al Muhalla 10/ 17-20 Mereka berdalil dengan hadist Aisyah ra bahwasanya ia berkata “Sahlah binti Suhail datang menemui Nabi saw, dia berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya melihat di wajah Abu Hudzaifah ada sesuatu karena keluar masuknya Salim ke rumah, padahal dia adalah pelayannya.” Maka Nabi SAW bersabda “Susuilah dia.” Dia Sahlah berkata; “Bagaimana mungkin saya menyusuinya, padahal dia telah dewasa?” Maka Rasulullah SAW tersenyum sambil bersabda “Sungguh saya telah mengetahuinya kalau dia telah dewasa” HR Muslim, no 2636 Di dalam riwayat lain disebutkan “Susuilah dia, maka dia akan menjadi mahrammu.” HR Muslim, no 2638 Hadist di atas menunjukkan secara jelas bahwa susuan walaupun waktu dewasa bisa menjadikan seseorang mahram dengan yang menyusuinya. Pendapat Ketiga menyatakan bahwa yang menyebabkan mahram adalah menyusui di waktu kecil, adapun menyusui di waktu besar hanya menyebabkan dibolehkannya berkhalwat. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayim, Shon’ani, dan Syaukani. Ibnu Taimiyah, Majmu’ al Fatawa 34/ 60, As Syaukani, Nail al Authar, Riyadh, Dar al Nafais, Juz 6/ 353, As Shon’ani, Subulu as Salam,Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, 1988, Cet ke -1, Juz 3/ 407. Mereka berdalil bahwa Abu Hudzifah dan Sahlah binti Suhail sudah menganggap Salim adalah anaknya sendiri, ketika Allah mengharamkan adopsi anak, maka Salim secara otomatis berubah menjadi orang asing dan tidak boleh masuk lagi ke rumah Abu Khudaifah dan Sahlah, keduanya merasa keberatan dan melapor kepada Rasulullah SAW, maka beliau menyuruhnya untuk menyusui Salim supaya bisa masuk ke dalam rumah mereka kembali sebagaimana anaknya sendiri. Dan ini berlaku bagi Salim dan orang-orang sepertinya. Kesimpulan Yang benar dari tiga pendapat di atas adalah pendapat pertama yang menyatakan bahwa menyusui di waktu besar tidak akan merubah status seseorang yang bukan muhrim menjadi muhrim dari orang yang menyusuinya, sebagaimana yang dipegang oleh mayoritas ulama. Adapun dalil-dalil yang menguatkan pendapat ini, selain yang telah disebutkan di atas adalah sebagai berikut Pertama Bahwa hadits Aisyah yang menyebutkan perintah Rasulullah SAW kepada Sahlah binti Suhail untuk menyusui Salim yang sudah dewasa tersebut hanya khusus untuk Salim saja, dan tidak boleh diterapkan kepada yang lain. Dalilnya bahwa semua istri-istri Rasulullah SAW menolak pendapat tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Ummu Salamah ra “Para istri Nabi saw enggan memberi kebebasan masuk rumah mereka bagi anak-anak yang telah dijadikan mahram karena susuan. Dan kami berkata kepada Aisyah; “ Demi Allah kami tidak melihat hal ini, kecuali hanya sekedar keringanan yang diberikan oleh Rasulullah SAW khusus untuk Salim, oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang mahram kerena susuan yang boleh masuk ke rumah kami dan melihat kami.” HR Muslim, no 2641 Selain pernyataan Ummu Salamah di atas, kekhususan hadist Salim ini bisa diambil dari firman Allah SWT dalam Qs al Baqarah 223 , dan kedua hadist Aisyah dan Ummu Salamah tentang batasan anak yang menyusu ibunya, sebagaimana telah disebutkan oleh mayoritas ulama. Kedua Pendapat yang mengatakan bahwa hadist Salim bersifat umum, sehingga membolehkan bagi siapa saja untuk melakukan seperti apa yang dilakukan Salim, akan menimbulkan kerusakan dan fitnah, khususnya pada zaman sekarang, karena bisa saja dengan dalih hadist ini setiap perempuan yang senang kepada seorang laki-laki, dia akan menyusuinya, lalu kedua berkhalwat di dalam rumah dan di tempat lain, tentunya hal seperti itu, tidak kita inginkan terjadi di masyarakat kita. Wallahu A’lam. Jakarta, 11 Jumada ats -Tsaniyah 1431 H/ 25 Mei 2010 M Bolehkah'Menyusui' Orang Dewasa? Hukum Menikah dengan Perempuan Yang Berzina Baca Juga. Tafsir Surat Al-Baqarah 178-179: Hukum Qisas. UEA akan Bangun Stadion di Wilayah Israel yang Membantai Warga Palestina. Thailand Memindahkan Semua Tahanan Muslim Uighur ke Pusat Imigrasi di Bangkok. loading...Hukum mengisap punting dan meminum air susu istri sendiri pada dasarnya dibolehkan. Ilustrasi/Ist Hukum mengisap puting dan meminum air susu istri sendiri pada dasarnya dibolehkan. Bahkan hal ini dianjurkan, jika dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis sang istri. Sebagaimana pihak lelaki juga menginginkan agar istrinya memenuhi kebutuhan biologis dirinya. Baca Juga Adapun suami minum susu istri, para ulama juga membolehkan jika membutuhkan, semacam untuk berobat. Akan tetapi, jika tidak ada kebutuhan, ulama di kalangan madzhab Hanafi berselisih pendapat. Ada yang mengatakan boleh dan ada yang meminum susu isteri sendiri tidaklah termasuk perkara yang diharamkan. Tidak ada dalil yang melarang hal itu. Namun permasalahan ini memunculkan permasalahan lain, yaitu jika seorang suami meminum susu istrinya apakah persusuan itu berpengaruh, sehingga sang suami menjadi anak persusuan dari istrinya? Coba perhatikan atsar dan hadits berikutعَنِ ابْنٍ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ، أَنَّ رَجُلا كَانَ مَعَهُ امْرَأَتُهُ وَهُوَ فِي سَفَرٍ فَوَلَدَتْ فَجَعَلَ الصَّبِيُّ لا يَمُصُّ فَأَخَذَ زَوْجُهَا يَمُصُّ لَبَنَهَا وَيَمُجُّهُ حَتَّى وَجَدَ طَعْمَ لَبَنِهَا فِي حَلْقِهِ فَأَتَى أَبَا مُوسَى فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ ” حُرِّمَتْ عَلَيْكَ امْرَأَتُكَ ” , فَأَتَى ابْنَ مَسْعُودٍ فَقَالَ أَنْتَ الَّذِي تُفْتِي هَذَا بِكَذَا وَكَذَا وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” لاَ رَضَاعَ إِلاَّ مَا شَدَّ الْعَظْمَ وَأَنْبَتَ اللَّحْمَ “؟ Seorang putera Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa seorang suami membawa isterinya dalam sebuah perjalanan, dan isterinya melahirkan. Si bayi tidak mau menyusu, maka sang suami menyedot susu isterinya dan memberikannya untuk si bayi, hingga ia mendapatkan ada rasa susu di tenggorokannya. Dia lalu datang dan bertanya kepada Abu Musa al-Asy’ari, maka Abu Musa mengatakan, “Isterimu menjadi haram atas dirimu.” Kemudian sang suami datang kepada Abdullah bin Mas’ud, dan Abdullah berkata kepada Abu Musa, “Engkau yang berfatwa demikian, sedangkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, Persusuan tidak berpengaruh kecuali jika menguatkan tulang dan menumbuhkan daging’ [HR. al-Baihaqi no. dihukumi dha’if oleh al-Albani]Maksudnya, persusuan hanya berpengaruh jika dilakukan saat anak masih kecil dan membutuhkan susu. Kelemahan atsar ini tidak berpengaruh pada permasalahan kita, karena tidak ada dalil yang mengharamkan suami meminum susu isterinya. Sedangkan tidak berpengaruhnya persusuan di atas umur dua tahun didukung oleh banyak dalil lain. Baca Juga Dalam Al-Fatawa al-Hindiyah 5/355 disebutkan,وَفِي شُرْبِ لَبَنِ الْمَرْأَةِ لِلْبَالِغِ مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ اخْتِلَافُ الْمُتَأَخِّرِينَ كَذَا فِي الْقُنْيَةِ“Tentang hukum minum susu wanita, untuk laki-laki yang sudah baligh tanpa ada kebutuhan mendesak, termasuk perkara yang diperselisihkan ulama belakangan. Demikian keterangan dalam al-Qunyah”Dalam Fathul Qadir 3/446 disebutkan pertanyaan dan jawaban,“Bolehkah menyusu setelah dewasa? Ada yang mengatakan tidak boleh. Karena susu termasuk bagian dari tubuh manusia, sehingga tidak boleh dimanfaatkan, kecuali jika terdapat kebutuhan yang mendesak.”Kesimpulan Sikap yang lebih tepat adalah suami berusaha agar tidak minum susu istri dengan sengaja, karena dua halKeluar dari perselisihan ulama. Karena ada sebagian yang melarang, meskipun hanya dihukumi ini menyelisihi fitrah Suami yang pernah minum susu istrinya, tidaklah menyebabkan dirinya menjadi anak persusuan bagi istrinya. Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin mengatakan "Menyusui orang dewasa tidak memberi dampak apapun, karena menyusui seseorang yang menyebabkan adanya hubungan persusuan adalah menyusui sebanyak lima kali atau lebih dan dilakukan di masa anak itu belum usia disapih. Adapun menyusui orang dewasa tidak memberikan dampak apapun. Oleh karena itu, andaikan ada suami yang minum susu istrinya, maka si suami ini TIDAK kemudian menjadi anak sepersusuannya. Fatawa Islamiyah, 3/338 Baca Juga mhy
AkibatHukum Menyusui Orang Dewasa Pendapat Ibnu Hazm SUDUT HUKUM | Untuk mengemukakan pendapat Ibnu Hazm tentang batas umur anak dalam radla'ah yang mengakibatkan hukum mahram penulis akan menukilkan dari kitabnya " al-Muhalla " yang pada prinsipnya beliau berpendapat tidak ada batasan umur dalam susuan yang mengakibatkan hukum mahram.
PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG SUSUAN ORANG YANG TELAH DEWASAOleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushobi,Pendapat Umum Para Ulama Tentang Susuan Orang yang Telah Dewasa Perlu diketahui , semoga Allah mengokohkan kami dan para pembaca sekalian di atas al-haq, bahwasanya masalah ini sudah diperbincangkan oleh para ulama dalam beberapa pendapat yang berbeda. Saya paparkan disini tiga di antara pendapat tersebut, karena inilah sesungguhnya inti permasalahannya. Ketiga pendapat tersebut yaitu1. Menyebabkan hubungan mahram secara mutlak 2. Tidak menyebabkan hubungan mahram secara mutlak 3. Tidak menyebabkan hubungan mahram kecuali karena kebutuhanPendapat Pertama Menyebabkan Hubungan Mahram Secara Mutlak Dalil mereka yang berpendapat seperti ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ“Diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu yang menyusui kamu, dan diharamkan pula mengawini saudara perempuan sepersusuan” [An-Nisa’/4 23]Mereka mengatakan ini adalah nash yang umum yang tidak dibatasi oleh Muslim berkata dalam Shahihnya no. 1453جَاءَتْ سَهْلَةُ بِنْتُ سُهَيْلٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَرَى فِي وَجْهِ أَبِي حُذَيْفَةَ مِنْ دُخُولِ سَالِمٍ وَهُوَ حَلِيفُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْضِعِيهِ قَالَتْ وَكَيْفَ أُرْضِعُهُ وَهُوَ رَجُلٌ كَبِيرٌ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّهُ رَجُلٌ كَبِيرٌ“….Sahlah bintu Suhail datang menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam katanya “Wahai Rasulullah, saya melihat sesuatu di wajah Abu Hudzaifah karena seringnya Salim -bekas budaknya- masuk ke rumah”. Kata Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Susuilah dia”. Katanya “Bagaimana saya menyusuinya sedangkan dia laki-laki dewasa?”Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersenyum dan berkata “Saya tahu dia sudah besar”Amr rawi hadits menambahkan riwayatnya “Dan dia Salim ikut dalam perang Badr”Saya katakan Zhahir hadits ini menunjukkan bahwa menyusui anak yang sudah besar menyebabkannya menjadi ulama yang berpendapat seperti ini antara lain Ibnu Hibban, beliau mengatakan 1873, Masalah Menyusui anak yang sudah besar menyebabkannya menjadi mahram meskipun dia seorang yang sudah tua sebagaimana halnya anak yang masih kecil, tidak ada perbedaan…. Kemudian beliau membantah pendapat yang menyelisihi hal ini. Lihat al-Muhalla 11/196-207.Ibnu Qudamah dalam al-Mughni 11/319, beliau berkata “Adalah Aisyah berpendapat bahwa susuan anak yang sudah besar menyebabkannya menjadi mahram. Ini diriwayatkan juga dari Atha’, Al-Laits dan Dawud”Pendapat Kedua Tidak Menyebabkan Hubungan Mahram Secara Mutlak Dalil-dalil mereka yang berpendapat seperti ini, yang pertama, dari al-Qur’anul KarimFirman Allah Subhanahu wa Ta’ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” [Aal-Baqarah/2 233]dan surat lain seperti -pent Luqman/31 14, Al-Ahqof/46 15Menurut mereka, ayat-ayat ini tegas membatasi waktu penyusuan hanya dua kedua, dari as-Sunnah An-NabawiyyahRasulullah bersabda“Artinya ….Perhatikanlah olehmu siapa saudaramu itu. Hanya saja innamaa susuan itu karena rasa lapar” [HR Bukhari dalam kitab Asy-Syahadat]Rasulullah bersabda“Artinya Tidak susuan itu menyebabkan haram kecuali yang mengenyangkan usus, melalui buah dada dan sebelum disapih” [HR Ibnu Hibban, Al-Baghowi. Dishahihkan oleh syaikh Albani dalam Irwa’ 7/221 dan Shahihul Jami’ 7633]Rasulullah bersabda“Artinya Sesuatu dari susuan tidaklah mengharamkan kecuali apabila dilakukan selama dua tahun” [HR ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, Ibnu Adi, syaikh berkata -pent hadits ini shahih apalagi dengan adanya penguat yang cukup banyak]Rasulullah bersabda“Artinya Tidak ada susuan setelah masa penyapihan” [HR Abdur razaq, Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, dll, syaikh berkata -pent Hadits ini mempunyai dua jalan ……. Hadits ini lemah, namun menjadi hasan lighoirihi dengan jalan kedua ….]Secara lahiriah , dalil-dalil ini mensyaratkan bahwa yang dianggap susuan adalah anak yang usianya masih kecil. Dan ini adalah pendapat jumhur ahli ilmu. Dari sinilah munculnya perbedaan pendapat. Yang berpendapat seperti ini diantaranya1. Al-Imam at Tirmidzi 2. Al-Baghawi 3. Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Ifta’ 4. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz 5. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Abdullah Al-Fauzan 6. dll pent-D. PENDAPAT KETIGA TIDAKMENYEBABKAN HUBUNGAN MAHRAM KECUALI KARENA KEBUTUHAN Golongan yang berpendapat demikian dari para muhaqqiq di antara ahli ilmu1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Majmu’ Fatawa 34/60 Setelah menyebutkan hadits Salim maula Abi Hudzaifah, beliau berkata “Hadits ini dijadikan dalil oleh Aisyah, sedangkan para istri Nabi yang lain menolak untuk menjadikannya sebagai dalil. Padahal Aisyah juga yang meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau bersabda “Susuan itu karena rasa lapar”. Namun Aisyah melihat adanya perbedaan antara radha’ah susuan dengan sekedar taghdziyah pemberian makanan.Maka apabila tujuan itu adalah yang kedua memberi makan, jelas tidak akan menyebabkan haram menjadi haram kecuali bila dilakukan sebelum penyapihan. Dan inilah yang dinamakan penyusuan yang umum terjadi pada manusia. Adapun tujuan yang pertama, maka boleh saja kalau memang diperlukan untuk menjadikannya mahram yang haram dinikahi. Dan kadang dibolehkan karena memang dibutuhkan, dan tidak dibolehkan untuk hal-hal lain. Inilah pendapat yang lebih terarah”2. Al-Allamah Ibnul Qayyim Zaadul Ma’ad 5/593 Beliau mengatakan “Hadits Sahlah bukanlah hadits yang mansukh dihapus hukumnya, juga bukan hadits yang dikhususkan, bahkan bukan pula bersifat umum bagi setiap orang. Tapi ini adalah rukhshah keringanan karena adanya satu kebutuhan bagi orang yang sangat butuh untuk masuk menemui seorang wanita, dalam keadaan berat bagi wanita tsb utk berhijabdari laki-laki itu. Sebagaimana keadaan Salim dengan istri Abu orang dewasa seperti ini bila disusui oleh seorang waniita karena memang dibutuhkan, tentunya susuan itu memberikan pengaruh menyebabkan jadi mahram. Adapun bagi laki-laki lain, maka jelas tidak akan memberi pengaruh kecuali susuan yang masih bayi. Ini juga juga jalan yang ditempuh oleh syaikhul Islam Ibnu hadits yang yang menafikan susuan pada anak atau orang dewasa, mungkin masih merupakan hadits yang mutlak, sehingga dibatasi oleh hadits Sahlah, atau bersifat umum dalam keadaan apapun. Maka keadaan ini dikhususkan dari keumumannya. Dan ini lebih baik daripada menganggap adanya nasakh penghapusan hukum suatu dalil, atau anggapan bahwa hadits ini merupakan pengkhususan bagi orang tertentu dalam hal ini adalah Salim -pent. Bahkan ini lebih dekat dengan pengamalan, dengan mengumpulkan hadits-hadits tsb dari dua sisi. Hal ini dikuatkan pula oleh kaidah atau pedoman syariat. Wallahu muwaffiq.”3. Al-Allamah Ibnul Amir Ash-Shan’ani Subulus Salam 3/313 Beliau mengatakan “…Yang paling baik dalam menggabungkan menjama’ antara hadits Sahlah dan hadits-hadits yang bertentangan dengannya ialah pendapat Ibnu Taimiyah….”4. Al-Allamah Asy-Syaukani dalam Nailul Author 3/353-354 dan juga dalam As-Sailul Jarrar 2/469 dimana beliau mengatakan “Walhasil, hadits Salim adalah khusus bagi mereka yang dihadapkan pada kebutuhan tersebut. Juga bagi seseorang yang perlu memasukkan orang lain kepada istrinya, dalam keadaan sangat butuh untuk masuk ke rumahnya secara berulang-ulang karena satu keperluan dan kemaslahatan. Siapa yang menolaknya tanpa bukti keterangan yang jelas, berarti dia membantah Rasulullah dan syariatnya yang suci. Dan siapa yang membatasinya untuk Salim semata, berarti dia telah mendatangkan sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal sehat. Bahkan tidak sesuai dengan kaidah yang baku dalam ilmu ushul fiqh”5. Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan Ar-Raudhatun Nadiyyah Syarh ad-Durar al-Bahiyah 2/88 Beliau mengatakan “Saya menyatakan Walhasil, hadits sebelumnya hadits Salim adalah shahih. Diriwayatkan pula oleh sejumlah besar rawi, dari sejumlah besar rawi pula, pada generasi belakangan dari generasi salaf. Tidak ada satupun ahli dalam bidang ini yang mengecam hadits ini. Paling akhir, mereka menyelisihinya mengatakan bahwa hadits ini mansukh. Namun perlu dijelaskan bahwasanya kalau memang mansukh , tentulah ada bantahan terhadap Aisyah dengan alasan ini. Padahal tidak ada sama sekali nukilan dari mereka yang mengatakan demikian, sementara perselisihan dalam permasalahan ini sangat masyhur di kalangan hadits-hadits yang menyatakan tidak adanya susuan kecuali dalam masa dua tahun dan sebelum disapih, meskipun ada perbincangan di dalamnya, ternyata tidak bertentangan dengan hadits Salim. Karena hadits-hadits itu umum, sedangkan hadits Salim adalah khusus. Sedangkan yang khusus harus didahulukan daripada yang umum. Namun hadits Salim ini dikhususkan juga dengan keadaan orang-orang yang dihadapkan pada satu kebutuhan sehingga perlu menyusui orang yang sudah dewasa, sebagaimana terjadi pada Abu Hudzaifah dan istrinya, Sahlah. Disamping itu, Salim bagi keduanya sudah seperti anak sendiri. Dia tinggal di rumah mereka, dan berhijab darinya sangatlah menyulitkan keduanya. Oleh karena itulah Rasulullah memberi keringanan untuk menyusuinya bagi orang-orang yang mengalami kasus dan kondisi seperti ini dan tidak ada jalan yang lain lagi…..”6. Asy-Syaikh Al-Alamah Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh rahimahullah sebagaimana dalam Ahkam Ar-Radha’ah yang dikumpulkan dan disusun oleh Abu Malik Muhammad Hamid bin Abdul WahhabBeliau pernah ditanya “Bagaimana tentang susuan orang yang sudah besar, apakah berpengaruh dan menyebabkan pengharaman menjadi mahram?”Beliau menjawab “……”Tidaklah lah mengharamkan sesuatu dari susuan kecuali apabila dilakukan selama dua tahun hadits -pent”. Inilah yang sesuai dengan mazhab Hambali dan dengan inilah fatwa menurut ahli ilmu berpendapat diakuinya susuan orang dewasa, berasalan dengan kisah Salim……….Mereka yang berpendapat tidak ada nya pengharaman yakni tidak menjadi mahram karena susuan anak yang dewasa, menjawab dengan beberapa jawaban. Diantaranya bahwa kisah Salim ini khusus baginya, sebagaimana diterangkan oleh sejumlah istri Rasulullah, ketika mereka mengatakan kepada Aisyah “Kami berpandangan bahwa ini tidak lain adalah rukhshah yang diberikan Rasulullah kepada Salim secara khusus. Dan tidak ada satu orang pun yang boleh masuk kepada kami kalau dia menyusu dengan cara seperti ini. Dan kami menganggap dia tidak boleh melihat kami”.Dua orang syaikh Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim telah mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Keduanya menerangkan bahwa kisah Salim maula Abi Hudzaifah adalah kasus yang khusus meliputi setiap keadaan yang sama seperti keadaan Sahlah dan Salim. Hukumnya sama seperti hukum yang diterapkan dalam kisah Abu Burdah yangmenyembelih qurban sebelum sholat Id dan Rasulullah berkata“Kambingmu adalah kambing daging”. Abu Burdah berkata “Wahai Rasulullah, sebetulnya saya punya kambing yang sudah berumur dua tahun” Maka beliau mengizinkan seraya mengatakan “Dan ini tidak sah bagi siapapun selain kamu” [HR Al-Bukhari]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan “Artinya tidak sah bagi siapapun sesudah keadaanmu ini”Dan dengan apa yang kami isyaratkan tadi, Syaikhul Islam dengan tegas menyebutkan dalam Al-Ikhtiyarat yaitu“Susuan anak yang dewasa tetap menyebabkan keharaman dimana akhirnya ia boleh masuk dan berkhalwat. Dan ini jika orang yang menyusu itu memang tumbuh dan terbina di rumah itu juga , dan dalam keadaan mereka sulit berhijab dari dia. Hal ini berdasarkan kisah Salim maula Abi Hudzaifah”.Dan dari yang kami paparkan ini, jelaslah jawaban pertanyaan anda. Dan nampak bahwa wanita yang anda sebutkan tidak sama keadaannya dengan keadaan Sahlah istri Abu Hudzaifah. Artinya dia tidak teruji dengan adanya seorang laki-laki yang masuk menemuinya dalam keadaan laki-laki itu tumbuh dan terbina selama ini di rumahnya. Hanya saja sekarang ini anda ingin menemukan seorang laki-laki yang anda menyusu kepada istrinya sehingga menjadi mahramnya, menurut pernyataannya. Ini tidak ucapannya tentang keadaan yang dihadapinya yaitu butuhnya dia kepada mahram dan katanya, kalau saya mati siapa yang memasukkan saya ke dalam kubur dan melepaskan ikatan saya? Maka jawabnya “Tidak masalah seorang laki-laki ajnabi non mahram memasukkan jenazah seorang wanita ke dalam kuburnya dan melepasikatan kafannya, meskipun disitu ada mahramnya. Dan taufik itu di tangan Allah”.7. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany Saya pernah bertanya kepada beliau tentang masalah ini di rumah beliau di Amman, Yordania. Jawaban beliau sama dengan jawaban saudara-saudara beliau dari kalangan ulama muhaqqiqin. Dan ini terjadi ketika saya berziarah kepada beliau di Yordania tanggal 25 Rabi’ Ats-Tsani PENULIS Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Al-Wushabi Saya mengatakan “Yang di tahqiq oleh para ulama ini yang memilih pendapat ketiga -pent, adalah bentuk pengumpulan yang baik, mengamalkan semua nash. Dan inilah yang dimaksudkan oleh nash-nash kita berpegang dengan hadits Salim maula Abi Hudzaifah saja, tentulah kita tinggalkan nash yang lain. Kalau kita berpegang dengan hadits yang menafikan menolak, tentulah kita tinggalkan hadits Salim ini. Oleh karena itu kita harus menggabungkan antara nash-nash syariat yang ada, selama hal itu karena tidak adanya dalil yang mengkhususkan Salim, bahkan tidak pula yang me-nasakh menghapus hukumnya. Sedangkan kembali kepada al-haq adalah wajib atas setiap muslim yang mukallaf”CARA MENYUSUI ANAK YANG TELAH DEWASA Ibnu Abdil Barr mengatakan at-Tamhid 8/257“Demikianlah cara menyusui anak yang sudah besar, sebagaimana sudah disebutkan. Yaitu dengan cara dia memerah susunya kemudian meminumkannya. Adapun menghisap langsung dari puting susu ibu susunya seperti hal nya anak-anak bayi, ini tidak dibenarkan….”JANGAN IZINKAN ISTRIMU MENYUSUI LAKI-LAKI YANG RUSAK Jika memang terpaksa harus menyusui anak yang sudah besar, maka hendaklah orang yang menyusu itu adalah orang yang shalih dan bertaqwa. Bukan orang yang rusak dan jahat, karena dia akan masuk menjadi Abu Hurairah, dia berkata Rasulullah bersabdaالْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ“Seseorang dinilai agamanya dengan siapa yang jadi teman dekatnya kesayangannya. Maka perhatikan olehmu siapa yang jadi teman dekat kesayangannya” [HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dia berkata hadits hasan gharib][Disalin secara ringkas dari kitab Talkhiishul Habir fii Hukmi Rodhoo’il Kabir Hukum Menyusui Orang Dewasa – Penerbit Ar-Rayyan yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushobi, murid dari Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah. Diambil dari arsip milis assunnah, pengirim a_firmansyah95 Home /A7. Hukum Hanya Milik.../Pendapat Para Ulama Tentang...
Obf0O. 489 344 407 342 8 367 291 443 159

hukum menyusui orang dewasa