BajuAdat NTT - Nusa Tenggara Timur atau lebih sering disebut sebagai NTT adalah salah satu provinsi yang cukup terkenal dengan destinasi wisatanya alamnya.Menjadi bagian dari Kepulauan Sunda kecil, tidak heran kalau provinsi yang satu ini terdiri dari banyak pulau. Pulau-pulau tersebut punya daya tarik yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk dijadikan destinasi wisata.

BORONG, - Ghan Woja terdiri dari dua kata, yakni ghan dan woja. Ghan dalam bahasa etnis Kolor di bagian selatan Manggarai Timur, artinya makan dan woja berarti bulir padi panjang dan beras. Ghan Woja merupakan salah satu dari sekian ritual adat masyarakat tani yang menghormati padi dan jagung, serta memulihkan hubungan dengan Sang Pencipta. Mereka juga menyapa leluhur dengan ritual adat di Mbaru Mere rumah adat.Adapun Ghan Woja ditujukan untuk mengungkapkan rasa syukur, berdoa saat akhir masa tanam dan memulai masa tanam baru. Baca juga Desa Wisata Mbengan di Manggarai Timur NTT, Punya Budaya dan Alam yang Menakjubkan Ritual Ghan Woja bisa dilaksanakan secara pribadi di rumah-rumah, di kebun, dan secara komunal di rumah-rumah adat. Tarian Keda Rawa Tua adat Suku Mukun, Desa Mbengan, Kornelius Ngamal Ramang 62 menjelaskan, tradisi sakral di Kampung Bungan yang masih dirawat dengan baik yakni tradisi tarian Keda Rawa saat dilangsungkan ritual adat Ghan Woja. Keda artinya injak tanah, menghentakkan kaki di tanah dan rawa artinya syair-syair mistis yang dilantunkan tua-tua adat di kampung tersebut. Jadi Tarian Keda Rawa adalah tarian khas bernuansa mistis yang dilaksanakan oleh tua-tua adat laki-laki. Tarian ini dilaksanakan tengah malam sekitar pukul Wita dan pagi sebelum matahari terbit. "Di bulan oktober 2022 sudah dilaksanakan ritual adat Ghan Woja di Kampung Bungan. Warga satu kampung itu melaksanakan ritual ini," kata Ramang. Biasanya, lanjut dia, ritual Ghan Woja dilaksanakan Juli-September tiap tahunnya. Namun, tahun 2022 ini ritual mundur karena anomali cuaca. Sebelum dilaksanakan ritual Ghan Woja di rumah, masyarakat Kampung Bungan dilarang membuka kebun baru. Konon jika dilanggar, hasil kebun tidak melimpah dan kebun-kebun diganggu binatang. Baca juga Manggarai Timur NTT yang Kaya Goa Alam untuk Dikunjungi Wisatawan Ramang melanjutkan, yang menanam pertama di ladang adat di sekitar rumah adat adalah Suku Nanga. Jika tua adat Suku Nanga belum menanam, warga lain dilarang menanam duluan. Noko Lodong Ramang menjelaskan bahwa saat ritual itu dilangsungkan, dilakukan Noko Lodong. Noko berarti simpan dan lodong berarti pucuk. Noko lodong berarti menyimpan pucuk tanaman. Saat malam hari tua adat di rumah adat melaksanakan kepok-kepok untuk menandakan bahwa tahun yang lalu sudah berlalu dan memulai tahun baru untuk menanam. MAKUR Sesajian adat kepada Sang Pencipta Kehidupan, alam semesta dan leluhur yang dialas dengan daun sirih di Watu Nurung atau watu leluhur Suku Saghe di rumah adat atau Mbaru Gendang Saghe, Jumat 2/11/2018. Adapun di kampung Bungan, lanjut Ramang, terdapat suku Bebong, Teong, Koi, Mukun, Ladar, Pata, Kepo, Sape, dan Nanga. Satu kampung ini serentak melaksanakan ritual adat Ghan Woja. Ia melanjutkan, yang paling sakral dalam ritual Ghan Woja adalah hasil panen yang unik atau langka, seperti bulir padi bercabang tiga dipangkas dan dibawa ke rumah adat. Baca juga Berwisata ke Manggarai Timur, Cicipi Kopi Pahit dan Kuliner Lokal di Coffee For Rest Hasil panen unik itu dipersembahkan di tengah kampung dengan percikan darah babi dan ayam. Dalam ritual Ghan Woja, bahan sesajiannya yakni ayam dan babi. Tarian Keda Rawa Saat ritual Ghan Woja, dilakukan tarian Keda Rawa di tengah kampung. Tepat pukul Wita, tua adat yang hanya laki-laki turun dari rumah adat, dibalut dengan pakaian adat serta diiringi tabuh kendang dan gong, menari melingkar. Tidak sembarang orang bisa melantunkan syair-syair kuno dalam tarian ini. Tarian ini sangat berbeda dengan tarian pada umumnya di Manggarai Timur. Cara menarinya juga sangat sulit bagi orang baru yang ikut menari. Baca juga 12 Desa Wisata Manggarai Timur NTT, Banyak Kekayaan Alam dan Budaya Saat ini tarian Keda Rawa hanya ada di kampung Bungan di Desa Mbengan. Tidak ada di kampung-kampung lainnya. Tarian ini melambangkan penghormatan kepada ibu bumi sebagai tempat berpijak, tempat tinggal dan juga menghormati para leluhur yang sudah mendirikan kampung tersebut. Tarian juga melambangkan penghargaan kepada Sang Pencipta. Selain Keda Rawa pada malam hari, siang harinya dilaksanakan tarian Ronda. Kampung Sakral Bungan Ramang menambahkan, Kampung Bungan bisa disebut kampung sakral. Alasannya, konon saat mendirikan kampung itu ratusan tahun lalu, leluhur melalukan ritual dengan keliling tujuh kali agar terhindar dari gangguan manusia maupun makhluk halus. MAKUR Kepala Suku Saghe, Alexander Djala sedang melaksanakan ritual di watu naga tana batu leluhur Suku Saghe untuk minta restu kepada Sang Pencipta, alam semesta dan leluhur Saghe, Jumat 2/11/2018. Di bagian utara kampung, ada watu yang biasa disebut naga kampung. Sebelum dilangsungkan ritual-ritual adat seperti ghan woja, terlebih dahulu dilangsungkan ritual di sana, maupun yang selatan. Terpisah Tua Adat Suku Saghe, Fransiskus Ndolu 73 dan Aleksius Jalang 77 menjelaskan, warga suku Saghe juga sering melaksanakan ritual adat Ghan Woja dan Peting Kadea syukuran hasil panen selama setahun. Baca juga Indahnya Air Terjun Cuncang Lewe di Manggarai Timur, NTT dengan Ketinggian 100 meter Biasanya benda-benda sesajennya, ayam dan babi. Semua warga suku berkumpul di rumah adat. "Selama kami hidup bersama orangtua-orangtua dan tua-tua adat hingga saat ini, ritual adat Ghan Woja selalu dilaksanakan di rumah adat. Ada juga yang dilaksanakan di rumah-rumah pribadi," tutur keduanya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Biasanyamengenakan baju kebaya pendek dan bagian bawahnya mengenakan kain tenun dua kali lilitan dan tanpa kalimantan timur merupakan salah satu provinsi di indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu negara bagian sabah dan. Source: i.pinimg.com. Pakaian adat jawa timur dan arti dari pakaian adat tersebut. Source: i.pinimg.com Flores merupakan wilayah kepulauan yang letaknya berada di bagian Indonesia Timur. Wilayah tersebut meliputi Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT. Pulau Flores terkenal akan wisata alamnya yang indah nan asri. Apalagi wisata baharinya yang sayang bila dilewatkan. Wilayah bagian timur ini memiliki beragam suku adat. Kurang lebih ada sekitar 10 suku adat yang menetap di Pulau Flores. Keberagaman suku itulah sebagai daya tarik wisatawan datang ke Flores. Rata- rata wisatawan penasaran dengan kebudayaan dan pakaian adat yang masyarakat Flores miliki. Buat kamu yang belum pernah datang ke Flores dan penasaran dengan pakaian adatnya. Berikut Keluyuran berikan informasinya. Baca sampai bawah ya! 1. Pakaian Adat Suku Sabu * sumber Pakaian adat Suku Sabu terbuat dari tenun ikat yang kemudian diolah menjadi sarung. Proses itu dinamakan hii hawu atau higi huri oleh masyarakat Flores. Motif kain yang digunakan Suku Sabu, yaitu flora, fauna, dan geometris. Pakaian adat wanita dan laki-laki berbeda. Untuk pakaian adat wanita lebih banyak menggunakan aksesori dibandingkan pria. Aksesori yang dipakai biasanya berupa anting, kalung, dan ikat kepala. Lalu, baju atasannya menggunakan kain tenun menyerupai kemban, sedangkan laki-laki memakai kemeja putih dengan sabuk. 2. Pakaian Adat Suku Manggarai * sumber Manggarai merupakan salah satu suku yang berada di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Suku tersebut memiliki pakaian adat yang unik dan menarik, yaitu kain songke. Pakaian adat satu ini wajib digunakan oleh wanita Suku Manggarai. Pemakaian kain songke tidak telalu rumit. Lilitkan kain songke pada tubuh hingga dada. Lalu, tentukan bagian motif berada di depan. Setiap motif melambangkan makna yang berbeda. Misalnya, motif wela kaleng yang melambangkan ketergantungan manusia dengan alam. Kain songke ini didominasi oleh warna hitam yang menyimbolkan keagungan. 3. Pakaian Adat Suku Helong * sumber Helong merupakan suku di Flores yang cukup terkenal bagi para wisatawan. Hal itu karena masyarakatnya yang ramah dan welcome kepada pengunjung yang datang. Pakaian adat Suku Helong terbagi dua, yakni untuk laki-laki dan wanita. Konsep pakaian adat ini cukup sederhana dan mudah dipakai. Untuk laki-laki mengenakan atasan kemeja bodo, bawahan selimut lebar, destar sebagai ikat kepala dan perhiasan kalung emas atau dasi tenun. Untuk wanita menggunakan atas kebaya, bawahan kain tenun, ikat pinggang emas, kalung dan ikat kepala berbentuk bulan sabit. 4. Pakaian Adat Suku Sumba * sumber Suku Sumba memiliki pakaian adat yang sederhana dan tidak memerlukan banyak aksesori. Untuk pakaian adat pria dikenal dengan nama hinggi. Pemakaiannya cukup mudah yang terdiri dari dua lembar hinggi, yaitu kawuru dan kombu. Selanjutnya, pada bagian kepala lilitkan kain tiara patang dan buatlah jambul pada bagian kiri maupun kanan. Pakaian adat wanita menggunakan kain kawuru. Kain tersebut dililitkan sampai setinggi dada mirip dengan kemban. Lalu, pada bagian bahu ditutup kain taba huku yang memiliki warna sama dengan kain wuru. Polesan akhir tambahkan anting dan kalung emas sebagai aksesori. 5. Pakaian Adat Suku Lio * sumber Lio merupakan suku tertua yang ada di Pulau Flores, NTT. Jika kamu mencari kain tenun songket dengan kualitas terbaik, bisa datang ke sini. Suku Lio terkenal dengan kain tenunnya yang indah dan lembut. Warisan dalu leluhur nenek moyang itu masih terjaga dengan baik. Kain tenun yang berasal dari Suku Lio bernama ikat pitola. Motifnya cukup beragam, yaitu dedaunan, hewan, dan manusia. Agar menghasilkan karya yang bagus, pembuatan motif menggunakan benang berwarna biru dan merah. Lalu diberikan manik-manik supaya terlihat menarik. 6. Pakaian Adat Suku Rote * sumber Pakaian adat Suku Rote memiliki ciri khas dan menarik. Tidak heran banyak wisatawan yang jatuh hati pada pakaian adat satu ini. Rata-rata mereka tertarik ingin mengenakan topi yang bernama ti’I langga. Bentuknya mirip dengan kopi koboi dari negara Meksiko. Ti’I langga terbuat dari bahan lontar kering yang melambangkan kewibawaan pria. Untuk perempuannya memakai kebaya dan sarung yang ditenun. Lalu, pada bagian kepanya terdapat destar yang berbentuk seperti bulan sabit. 7. Pakaian Adat Suku Dawan * sumber Masyarakat Suku Dawan terkenal pandai merawat alam dengan baik. Mereka melakukan hal yang sama terhadap budaya dan pakaian adat. Sampai saat ini pakaian adat Suku Dawan masih terjaga dengan biak kemurniannya. Pakaian adat Suku Dawan memiliki banyak aksesori, yaitu kalung emas, gelang dan ikat kepala emas. Mereka selalu membawa tas yang terbuat dari kain tenun. Untuk talinya biasanya akan diberikan manik- manik emas. 8. Pakaian Adat Suku Kabola * sumber Kabola merupakan salah satu suku di Pulau Flores, NTT. Suku satu ini memiliki pakaian adat yang unik dan sederhana. Pakaian tersebut terbuat dari kulit kayu yang berwarna putih agak kecoklatan. Tidak tampak adanya perhiasan yang digunakan pada pakaian adat Suku Kabola. Adapun aksesori yang merek kenakan, semuanya terbuat dari kulit kayu. Baik itu berupa gelang, kalung, maupun ikat kepala. Meski demikian, masyarakat Kabola tetap memiliki kain tenun sendiri yang berciri khas. Sudah banyak wisatawan yang berkunjung dan memakai langsung pakaian dari kulit kayu. 9. Pakaian Adat Suku Abui * sumber Suku Abui terletak di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur. Untuk menemui suku ini wisatawan harus melakukan perjalanan ke Desa Takpala. Tidak mudah menjumpai Suku Abui. Dalam perjalanannya wisatawan akan melewati sawah dan pegunungan yang cukup curam. Masyarakat Suku Abui membuat kain tenun sendiri dengan alat tradisional. Kegiatan itu dilakukan turun temurun dari nenek moyang mereka. Untuk pakaian adat pria ada penambahan pada bagian ikat kepala dan gelang kaki serta senjata panah. 10. Pakaian Adat Suku Sikka * sumber Pernah dengar kota Maumere? Sebagian besar Suku Sikka tinggal di sana. Penduduk Sikka terkenal dengan kain tenun yang terbuat dari pewarna tumbuhan. Kain tenun untuk pria terbagi dua, yaitu Lipa dan Ragi. Keduanya dibedakan dari motif dan warna. Sarung atau tenun untuk wanita bernama Utang. Pakaian adat Suku Abui sering digunakan pada kegiatan upacara adat dan keagamaan. Kain sarung kemudian dililitkan pada bagian bawah tubuh. Biasanya dari bagian pinggang hingga mata kaki. Baju atasan untuk pria menggunakan pakaian labu yang mirip kemeja berwarna putih. Namun, seiring berjalannya waktu mengenakan kemeja selain warna putih diperbolehkan. Lalu, selempangkan lensu sembar pada bagian dada pria. Ikat kepala pakaian adat Suku Sikka cukup unik. Pada bagian kanan dan kiri sengaja dibiarkan panjang menjuntai. Tujuannya untuk memperlihatkan kewibawaan seorang laki-laki. Untuk wanita menggunakan rambut sanggul dengan tusuk konde bernama hegin. Terakhir tambahkan hiasan gelang yang terbuat dari gading pada pergelangan tangan wanita. Flores rupanya memiliki aneka ragam pakaian adat yang unik dan menarik. Pakaian adat merupakan warisan nenek moyang yang harus dijaga dan dilestarikan dengan baik. Hal ini tidak hanya berlaku bagi suku yang bersangkutan, tetapi untuk kita semua sebagai warga negara Indonesia. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kamu yang penasaran dengan pakaian adat Pulau Flores.
\n\n pakaian adat manggarai timur

Masyarakatadat gendang (rumah adat) Lerang di Desa Golo Loni, Manggarai Timur menggelar pesta adat peso beo penti tanah selama dua hari Jumat, 15 Juli 2022 berita TERKINI

Lihat Gambar Pakaian Adat Manggarai Timur Lengkap. Model baju pria dan wanita biasanya sama, terbuat dari bahan beledu dan memiliki warna dasar hitam. Kalimantan timur memiliki beberapa pakaian adat yang unik dan menarik untuk dibahas satu persatu. Songke Manggarai Tampil Lebih Modern Di Festival Budaya Jakarta Glo Title from Pakaian ini dipilih karena memiliki desain yang sangat unik dan sarat nilai filosofis. Sehingga baju ini merupakan pakaian adat yang sering digunakan pada saat pernikahan. Baju tradisi pengantin pada setiap daerah pastinya. Masyarakat ntt memiliki beberapa rumah adat yang masih jarang orang mengetahuinya, salah satunya rumah tinggal pada rumah adat ini ditandai di depannya dengan adanya kepala kerbau. Sehingga baju ini merupakan pakaian adat yang sering digunakan pada saat pernikahan. Pemerintah kabupaten pemkab manggarai timur matim telah mengalokasi dana untuk membangun rumah warga yang tidak layak huni pada tahun 2019. Umumnya, pakaian tradisional yang dikenakan disesuaikan dengan acara. Biasanya mengenakan baju kebaya pendek dan bagian bawahnya mengenakan kain tenun dua kali lilitan dan tanpa kalimantan timur merupakan salah satu provinsi di indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu negara bagian sabah dan.
Dalamtarian caci ini, diundang juga masyarakat adat dari Gendang Bondo, Desa Compang Ndejing, Kecamatan Borong sebagai saudara (ase ka'e meka landang dalam bahasa Manggarai). Pembukan pesta adat , Kamis 14 Juli 2022 dihadiri anggota DPRD NTT, Yohanes Rumat, SE, dan sejumlah Tokoh Manggarai Timur selaku saudara. Baca juga: Ranperda APBD Manggarai Timur, Target Pendapatan Tinggi Realisasi Rendah
BORONG, – Warga Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur NTT punya cara sendiri untuk menyambut wisatawan atau tamu penting yang mendatangi wilayahnya, yakni dengan parade berkuda. Para penunggang kuda akan menyambut tamu menggunakan pakaian adat Manggarai Timur, seperti perpaduan topi ngobe, kain lipa songke, dan kemeja putih yang rapi. Kerapian menjadi penting untuk menunjukkan penghormatan kepada Nei, salah satu penunggang kuda di Kelurahan Watunggene menjelaskan bahwa parade berkuda merupakan warisan nenek moyang etnis Rongga untuk menjemput wisatawan dan Tamu Kenegaraan yang memasuk wilayah Kabupaten Manggarai Timur. "Warga masyarakat etnis Rongga yang berada di daerah perbatasan Manggarai Timur dan Ngada sehari-hari memelihara ternak di padang sabana Mausui dengan menunggang kuda. Parade berkuda sudah berlangsung lama yang dilestarikan masyarakat etnis Rongga," kata kepada Sabtu 6/5/2023. Baca juga 9 Wisata Pantai Labuan Bajo NTT, Ada Waecicu dan Long Beach 3 Tempat Wisata di NTT untuk Lihat Rumah Adat yang Masih Asli Aulirius menjelaskan, warga masih memelihara kuda jantan. Memang populasi kuda berkurang, namun anggota suku di etnis Rongga tetap memelihara kuda untuk kepentingan adat."Saya biasa menunggang kuda saat pergi memelihara ternak di padang Sabana Mausui. Saya masih pelihara kuda jantan untuk keperluan adat istiadat," jelasnya. Kali ini, hadir dalam acara penyambutan tamu Komisi Pemilihan Umum KPU Manggarai Timur, yakni KPU Ngada dan NTT. Selain parade berkuda, KPU Manggara Timur juga melibatkan tetua adat Kota Komba, Opa Dami yang melakukan ritual adat "kepok sundung," yakni ritual sambut tamu dengan sebotol moke atau tuak adat. Baca juga 13 Tempat Wisata di Ende NTT, Kota Pancasila 15 Wisata Air Terjun di NTT, Masih Asri untuk Dijelajahi Ketua KPU Manggarai Timur, Adi Mbalur menjelaskan, parade berkuda merupakan budaya masyarakat etnis Rongga di wilayah perbatasan Kabupaten Manggarai Timur yang perlu dilestarikan dan ditunjukkan kepada para tamu sebagai bentuk komitmen mempertahankan budaya. "Ini kebiasaan yang secara turun temurun dipertahankan dan dilestarikan masyarakat etnis Rongga di Manggarai Timur yang tinggal di daerah perbatasan Manggarai Timur," ucap dia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Keluargayang datang mengenakan pakaian hitam dan pakaian adat. Baca juga: Lanal Maumere Jaga Kelestarian Laut Flores Lewat Patroli dan Sentuhan Pemberdayaan Sebelumnya diberitakan Tribunflores.com, Paulina Yenny Kabupung, politisi dan penyanyi asal Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Berpulang ke Pangkuan Yang Ilahi, Kamis 4 Agustus 2022 pagi. Menggunakan pakaian Adat Manggarai Nusa Tenggara Timur NTT, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Agus Arifin Nu'mang menghadiri pementasan Budaya Manggarai Timur dan Penutupan Sepak Bola Poco Ranaka Cup 2017 di Lapangan Sepak Bola AURI Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Minggu 24/9/2017. Sebelum memasuki tempat acara pegelaran budaya, Agus Arifin Nu'mang terlebih dahulu dikenakan baju adat Manggarai NTT oleh Sesepuh KKB NTT, DR. Fius sebagai pertanda ia telah dinobatkan sebagai warga Manggarai NTT. Dalam pegelaran Budaya Manggarai tersebut, Agus Arifin Nu'mang diajak warga Manggarai NTT untuk turut melakoni beberapa gerakan yang telah dikemas dalam bentuk tarian dengan menggunakan peralatan untuk berperang. Usai menyerahkan piala kepada para pemenang sepak bola Poco Ranaka Cup 2017, Agus dalam sambutannya mengatakan bahwa dirinya bangga menjadi warga Manggarai NTT, dan bangga menggunakan pakaian adat Manggarai NTT sekalipun bobot sarungnya cukup berat. Agus juga mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan segala sektor di Sulawesi Selatan adalah tidak lepas dari andil orang NTT bersama dengan warga lainnya yang berdomisili di Sulawesi Selatan. "Sulawesi Selatan maju bukan hanya karena partisipasi orang asli Sulawesi Selatan, tetapi itu juga merupakan andil orang-orang yang berasal dari luar Sulawesi Selatan yang telah lama tinggal di wilayah Sulawesi Selatan ini," ujarnya. Minggu, 24 September 2017 Amr/Er

Dimanapada Nusa Tenggara Timur ini juga mempunyai 7 suku yang berbeda, diantaranya adalah suku Rote, suku Dawan, suku Helong, suku Sabu, suku Sumba, suku Lio dan juga Suki Manggarai. Pada setiap suku tersebut tentunya mempunyai suatu kebudayaan yang membedakan antara satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pakaian adat.

Indonesia merupakan negara kaya akan budaya. Mulai dari kuliner, tarian hingga kain tradisional. Kain tradisional dari berbagai daerah dengan karakteristik tersendiri membuktikan bahwa Indonesia kaya akan keberagaman. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia telah menetapkan sebanyak 33 jenis kain tradisional sebagai warisan budaya. Batik salah satunya yang sudah popular hingga di level mancanegara. Namun yang tidak kalah populernya adalah adanya kain songket, tenun, ulos dan beberapa jenis kain langka yang sudah sulit ditemui. Berbicara soal kain tenun, Nusa Tenggara Timur salah satunya memiliki banyak ragam tenun ikat. Salah satunya adalah Songke. Songke adalah tenun khas masyarakat Manggarai yang berdiam di sisi barat Pulau Flores. Kain tenun ini wajib dikenakan saat acara-acara adat. Antara lain saat kenduri penti, membuka ladang randang, hingga saat musyawarah Nempung. Pada tahun 1613-1640 kerajaan Gowa Makasar, Sulawesi Selatan pernah berkuasa di hampir seluruh wilayah Manggarai Raya. Pertemuan dengan berbagai macam kepentingan budaya melahirkan sesuatu yang baru bagi kebuadaayan orang Manggarai termasuk di dalamnya masalah berbusana sehingga kebudayaan dari Makasar sebagiannya dibawa ke Manggarai termasuk juga masalah kain yang dipakai. Orang Makasar menyebut songke dengan sebutan songket, tetapi orang Manggarai lebih mengenalnya dengan sebutan songke tanpa akhiran huruf t. Kaum laki-laki biasa mengenakan tengge Songke lalu mengombinasikannya dengan destar atau ikat kepala atau peci khas Manggarai. Sementara para perempuan mengenakan dengan cara yang sama dengan atasan kebaya. Kain songke juga dipakai oleh para petarung dalam tarian Caci serta, dimanfaatkan sebagai mas kawin belis hingga untuk membungkus jenazah. Kain ini umumnya berwarna dasar hitam. Warna hitam bagi orang manggarai warna hitam melambangkan kebesaran dan keagunan serta kepasrahan bahwa semua manusia pada suatu saat akan Kembali kepada Mori Kraeng Sang Pencipta. Sedangkan warna benang untuk sulam umumnya warna-warna yang mencolok seprti merah, putih, orange, dan kuning. Motif yang dipakai pun tidak sembarang. Setiap motif mengandung arti dan harapan dari orang Manggarai dalam hal kesejahteraan hidup, kesehatan dan hubungan, baik antara manusia dan sesamanya, manusia dengan alam maupun dengan Sang Pencipta. Di rangkum dari beberapa sumber, berikut Motif kain Songke beserta artinya Motif Su’i Motif ini berupa garis-garis yang seolah memberi batas antara satu motif dengan yang lainnya. Namun garis-garis ini bukannya tanpa arti. Su’i melambangkan segala sesuatu yang memiliki akhir. Seperti hidup yang cepat atau lambat akan menemui ujungnya. Su’I juga dapat berarti kehidupan masyarakat Manggarai dibatasi oleh garis-garis berupa peraturan adat yang tidak boleh dilanggar. Motif Mata Manuk Mata manuk artinya mata ayam. Motif ini dikaitkan dengan Tuhan yang maha melihat. Masyarakat Manggarai meyakini kebesaran Tuhan yang mempu melihat hingga ceruk paling gelap sekalipun. Perbuatan manusia tidak ada yang luput dari pengamatan-Nya. Motif Wela Ngkaweng Wela berarti bunga. Sementara ngkaweng adalah sejenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Manggarai untuk mengobati luka hewan ternak. Wela nkaweng mengandung makna bahwa kehidupan manusia yang bergantung pada alam. Kelestarian alam akan menunjang kehidupan manusia dari waktu ke waktu. Motif Wela Runu Yang melambangkan bahwa orang Manggarai bagaikan bunga kecil tapi memberikan keindahan dan hidup di tengah-tengah kefanaan ini. Motif NtalaNtala berarti bintang. Motif ini terkait erat dengan salah satu petuah Manggarai Porot langkas haeng ntala’, yang artinya hendaklah mencapai bintang. Motif ntala bermakna, hendaknya kehidupan selalu berimbas positif bagi sesama serta memberikan perubahan pada lingkungan sekitar. Motif Ranggong Ranggong adalah laba-laba. Bagi masyarakat Manggarai, laba-laba adalah hewan yang ulet dan bekerja keras dalam hidupnya. Kejujuran dalam hidup akan membuahkan hal baik, disenangi dan dimuliakan oleh orang di sekitar. Continue Reading
5xmI8HT. 487 347 11 312 161 418 223 184 220

pakaian adat manggarai timur